Kamis, 29 Mei 2014

laporan ekosistem danau



LAPORAN EKOLOGI PERAIRAN
EKOSISTEM DANAU 

Asterina Wulan Sari
12/335195/PN/13030
Teknologi Hasil Perikanan
INTISARI
Danau merupakan perairan umum yang dapat dijumpai di berbagai banyak tempat dan banyak dimanfaatkan oleh para warga. Praktikum ekosistem danau ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 19 April 2013 di Waduk Tambak Boyo Yogyakarta pada pukul 13.30. Di Waduk Tambak Boyo ini banyak dimanfaatkan oleh para warga untuk memancing ataupun berjualan. Tambak boyo ini dibagi menjadi tujuh stasiun pengamatan. Pada setiap stasiun dilakukan pengamatan parameter fisik, kimia, dan biologi. Parameter fisika yang diamati meliputi suhu air dan udara, kecerahan, TSS, dan warna air. Parameter kimia meliputi DO, CO2, alkalinitas, pH, bahan organik (BO), dan BOD5. Parameter biologi meliputi densitas plankton dan diversitas plankton. praktikum ini memiliki tujuan mempelajari karakteristik perairan lentik dan faktor pembatasnya, mempelajari cara pengambilan data tolak ukur fisika, kimia dan biologi suatu perairan lentik, mempelajari korelasi antara beberapa tolak ukur lingkungan dengan populasi biota perairan, dan mempelajari kualitas perairan lentik berdasarkan indeks diversitas biota perairan. Berdasarkan pengamatan danau dinyatakan dalam kondisi baik, dan stasiun yang memiliki kualitas air yag terbaik adalah stasiun 4.
Kata kunci : Danau, Densitas, Diversitas, Kualitas Air, Parameter
PENDAHULUAN
Danau adalah ekosistem air tawar yang mudah dijumpai selain sungai. Danau mempunyai nilai yang sangat penting bagi makhluk hidup, hal ini berkaitan dengan danau sebagai habitat berbagai organisme air, dan sebagai sumber air bagi masyarakat sekitarnya. Sekarang ini, danau telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya tidak hanya sebagai sumber air, tetapi juga untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan dengan cara menggunakan keramba. Selain itu, danau juga sebagai kawasan wisata yang memiliki kendahan alam dan tempat olahraga memancing. Oleh karena itu, melihat pentingnya danau, maka ekosistem danau dan kualitas air perlu dijaga agar dapat memberikan fungsinya secara maksimal.

Danau adalah cekungan tergenang air secara alami. Danau menampung air yang berasal dari hujan, mata air, dan air sungai. Ada juga danau yang dibuat  manusia, dengan cara membendung aliran sungai. Namanya, waduk atau bendungan (Anggarini,2007). Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir. Danau dicirikann dengan arus yang sangat lambat (0,001-0,01 m/detik) atau tidak ada ada arus sama sekali. Oleh karena itu, waktu tinggal (residence time) air  dapat berlangsung  lama (Effendi,2003) Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litorial dan profundal (Barus,2004). Morfologi dari kolam danau sangat penting pengaruhnya dalam semua hal yang berhubungan dengan fisik, kimia, dan biologi. Bentuk dan ukuran sebuah danau akan mempengaruhi karakteristiknya (Wetzel,1991). Zonase perairan tergenang (danau) dibagi menjadi dua, yaitu zonase bentos/dasar dan zonase kolam air. Berdasarkan tingkat kesuburannya, perairan lentik (danau) diklasifikasikan menjadi lima, yaitu :(1) Oligotrofik; (2) Mesotrofik; (3) Eutrofik; (4) Hiper-eutrofik; (5) Distrofik (Cole,1988).
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari karakteristik ekosistem lentik dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara pengambilan data tolak ukur fisika, kimia dan biologi suatu perairan lentik, mempelajari korelasi antara beberapa tolak ukur lingkungan dengan populasi biota perairan, dan mempelajari kualitas perairan lentik berdasarkan indeks diversitas biota perairan.
METODOLOGI
Praktikum ekosistem ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 19 April 2013 pukul 12.30 WIB. Danau yang digunakan  sebagai tempat praktikum adalah Waduk Tambak Boyo Yogyakarta, yang dibagi menjadi 7 stasiun. Dalam praktikum ini dipelajari parameter fisik, parameter kimia, dan parameter biologi.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah pH meter, larutan MnSO4, larutan reagen oksigen, larutan H2SO4 pekat, larutan 1/80N Na2S2O3, larutan 1/44N NaOH, larutan 1/50 H2SO4, larutan 1/50 HCl, larutan indikator amilum, larutan indikator Phenophphtalein (PP), larutan indikator Methyl Orange (MO), larutan indikator Bromcresol Green/Methyl Red (BCG/MR), larutan 0.01N Kalium Permanganat, 6N H2SO4, larutan 0.01N asam oksalat, dan larutan 4%formalin. Alat yang dipergunakan adalah tongkat kecil, bola tenis meja, stopwatch, roll meter, meteran, thermometer, botol oksigen, Erlenmeyer, gelas ukur, ember plastik, pipet ukur atau buret, pipet tetes, mikroburet, kertas label, dan pensil.
Parameter pada praktikum ini mencangkup parameter fisika, kimia, dan biologi. Parameter fisika meliputi suhu air dan udara, kecerahan, TSS, dan warna air. Parameter kimia meliputi DO, CO2, alkalinitas, pH, bahan organik (BO), dan BOD5. Parameter biologi meliputi densitas plankton dan diversitas plankton. Prinsip kerjanya adalah dengan menentukan stasiun-stasiun yang akan diamati kemudian pada masing-masing stasiun dilakukan pengambilan data pada titik permukaan dan dasar perairan dengan menggunakan water sampler. Pada masing-masing titik pengamatan diambil cuplikan plankton dengan cara memampatkan 20 liter air danau ke dalam botol flakom menggunakan jaring plankton. Untuk mengamati dan menghitung plankton dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan Sedgwick Rafter Counting Cell (SR) bervolume 1ml, sedangkan indeks diversitas keragaman plankton dihitung dengan rumus Shannon-Wienner. Selanjutnya metode gravimetri untuk mengukur kandungan padatan tersuspensi total, DO dengan metode Winkler, CO2 bebas dengan metode alkalimetri, kecerahan dengan Secchi Disk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, warna air di Waduk Tambak Boyo ini hijau, mulai dari kehijauan, hijau lumut, hijau kecoklatan, hijau keseluruhan, hijau kebiruan, sampai hijau kekuningan. Vegetasi pada sekeliling danau adalah semak, pohon-pohon besar, dan rumput liar. Fauna perairan pun dapat ditemukan disana seperti ikan nila, ikan lele, dan beberapa jenis organism lainnya. Lingkungan disekitar danau cukup bersih dan ditemukan beberapa masyarakat yang memancing dan membuka warung di pinggir danau.
Tabel 1. Pengamatan Praktikum Ekologi Perairan Ekosistem Danau
Parameter
Stasiun






1
2
3
4
5
6
7
Fisika







Suhu Air (°C)
29
31
29
29
29
28
31.5
Suhu Udara (°C)
28.5
27.5
27.5
30
27.5
31
31
Kecerahan (cm)
86.5
109.5
70.5
108
62.25
41
15.5
TSS (ppm)
0.531
0.461
0.382
0.6436
0.414
0.41
5.947
Warna Air
Hijau
Kehijauan
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
lumut
kecoklatan
Kekeruhan
kebiruan
kekuningan
Kimia







DO (ppm)
7.5
8.3
9.7
6.11
5.53
9.1
11.6
CO2 bebas (ppm)
21.6
8.4
7.3
15.2
6.6
10
5.8
Alkalinitas (ppm)
80
89
90
167
73.2
30
40
pH
7.1
7
7.1
7
7
7
7
BO (ppm)
10.75
7.28
9.49
11.39
6.33
8.86
19.29
BOD5
2.92
0.35
1.76
8.88
2.87
7.31
2.1








Biologi







Densitas Plankton (indv/l)
34
41
156
51
47
23
38
Diversitas Plankton
3.239
2.734
0.488
2.764
3.438
3.621
0.524
Stasiun 6 yang menjadi salah satu stasiun yang diamati memiliki suhu udara 31, dan suhu air 28. Untuk  kehidupan ikan dan organism makanannya adalah 25 – 30. Tinggi rendahnya nilai temperature suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan organism air termasuk plankton. Tingginya nilai temperature dapat meningkatkan kebutuhan plankton akan oksigen. Hal ini disebabkan karena temperatur dapat memicu aktifitas fisiologi plankton sehingga kebutuhan akan semakin meningkat. Temperatur air di suatu ekosistem danau dipengaruhu terutama oleh intensitas cahaya matahari tahunan, letak geografis serta ketinggian danau di atas permukaan laut.
Kecerahan pada stasiun 6 yaitu 41cm. nilai kecerahan ini ini tergolong rendah karena adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi didalamnya. Apabila nilai kecerahan air <25cm maka akan sangat berpengaruh langsung pada organism perairan seperti kultur plankton yang dapat mati dan penurunan DO (SITH,2009). Kecerahan yang rendah juga menunjukkan bahwa nilai TSS dan BO tinggi. hal tersebut disebabkan karena TSS dan BO merupakan suspense yang terlarut dalam air yang mampu menghalangi partikel cahaya matahari menembus molekul air sehingga menyebabkan air menjadi keruh.
Stasiun 6 memiliki warna air hijau kebiruan. Warna parairan disebabkan oleh pengaruh bahan organic dan bahan anorganik, keberadaan plankton, humus, ion-ion logam serta bahan-bahan lain (Effendi, 2003). Sehingga warna air berkaitan dengan kecerahannya. Air yang memiliki nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki warna tampak dan warna sesungguhnya sama dengan warna standar. Sehingga warna air berbanding lurus dengan kecerahan, dan berbanding terbalik dengan TSS dan BO. Nilai TSS dan BO pada stasiun 6 adalah 0.41 ppm dan 8.86 ppm.
Kadar oksigen terlarut (DO) pada stasiun ini adalah 9.1 ppm, dan ini termasuk tinggi. Batas minimum kandungan oksigen mendukung kehidupan organism akuatik yaitu 4 ppm (Suwondo et al, 2005). Kandungan oksigen terlarut di perairan alami tergantun pada keberadaan tumbukan dan fitoplankton yang hidup di perairan yang melakukan aktivitas fotosintesis, suhu di perairan, kandungan bahan organic, salinitas, dan tekanan atmoser (Effendi, 2003). Kadar CO2 di stasiun 6 bernilai 4 ppm, seharusnya kandungan CO2 berbanding terbalik dengan DO. Nilai alkalinitasnya 30 ppm, nilai alkalintas berbanding lurus dengan pH 7 karena sifat basa pada alkalinitas menyebabkan nilai pH tinggi apabila alkalinitas tinggi, dan pH berbanding terbalik dengan CO2. Densitas pada stasiun ini adalah 23 individu/liter dengan diversitas plankton sebesar 3.621.
Suhu air tertinggi terdapat pada stasiun 7 yaitu 31.50C dan suhu udara tertinggi terdapat pada stasiun 6 dan 7 yaitu 310C. Sedangkan DO tertinggi dan terendah pada stasiun 7 dan stasiun 4 dengan nilai 11.6 ppm dan 6.11 ppm. Stasiun 1 memiliki  CO2 bebas tertinggi dengan nilai 21.6 dan terendah pada stasiun 7 dengan nilai 5.8 ppm. Menurut Jeffries et al (1996), semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Suhu memiliki hubungan erat dengan kandungan oksigen terlarut. Semakin tinggi suhu perairan maka semakin rendah kadar DOnya, begitupun sebaliknya semakin rendah suhu maka kadar DO akan semakin tinggi. Menurut Effendi (2003), suhu memiliki hubungan erat dengan dengan kandungan oksigen terarut. Semakin tinggi tinggi suatu perairan maka semakin rendah kadar DOnya, begitupula sebaliknya semakin rendah suhu maka kadar DO makin tinggi. Hal ini berbeda dengan kadar CO2 karena peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organic sehingga kadar CO2 pun semakin meningkat. Jadi, suhu berbanding terbalik dengan DO dan berbanding lurus dengan CO2.
Gambar 1. Grafik Suhu Air vs Stasiun
Gambar 2. Grafik Suhu Udara vs Stasiun
Gambar 3. Grafik DO vs Stasiun
Gambar 4. Grafik CO2 Bebas vs Stasiun
Alkalinitas terendah dimiliki pada stasiun 6 yaitu 30 ppm, dan tertinggi pada stasiun 4 yaitu 167 ppm, kedua stasiun ini diluar kisaran normal alkalinitas. Nilai alkalinitas berada pada kisaran normal antara 80-120 ppm. Nilai alkalinitas berbanding lurus dengan nilai pH yang berada pada kisaran 6,8 karena sifat basa pada alkalinitas menyebabkan tingginya nilai pH dan bila niali alkalinitas rendah, rendah pula nilai pH-nya (SITH, 2009). Alkalinitas merupakan konsentrasi dari unsur basa yang bersifat penyangga. Nilai alkalinitas ini berbanding lurus dengan pH, karena sifat basa yang tinggi menyebabkan nilai pH yang tinggi juga, pH pada perairan waduk ini berkisar 7-7.1. Alkalinitas juga berhubungan dengan konsentrasi ion dalam sebuah perairan. Sehingga tingginya CO2 diikuti turunnya kadar alkalinitas dan pH perairan. CO2 yang ada pada perairan merupakan hasil respirasi untuk zooplankton dan organism lainnya di perairan.
Gambar 5. Grafik Alkalinitas vs Stasiun
Gambar 6. Grafik pH vs Stasiun
DO memiliki hubungan terbalik dengan BO, karena suspensi yang ada pada BO akan menyebabkan kekeruhan sehingga akan berpengaruh pada organism perairan yang dapat mati dan penurunan DO. Kadar BOD5 berkisar antara 0.35-8.88, semakin tinggi BOD suatu perairan maka semakin buruk kondisi perairan tersebut. Karena jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk senyawa organik semakin banyak sehingga menurunkan nilai DO. Jadi, BO berbanding terbalik dengan DO dan berbanding lurus dengan BOD5. Menurut Barus (2004), semakin tinggi BOD5 suatu perairan maka semakin buruk kondisi perairan tersebut. Sebab jumlah oksigen yang digunakan atau dibutuhkan untuk menggunakan senyawa oraganik semakin banyak, sehingga menurunkan nilai oksigen terlarut. Dengan demikian kondisi air akan miskin oksigen, sehingga organisme tidak dapat berkembang karena BOD5 mengindikasikan banyak limbah yang terdapat pada perairan tersebut.
Gambar 7. Grafik BO vs Stasiun
Gambar 8. Grafik BOD5 vs Stasiun
Densitas plankton tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu 156 individu/liter dan terendah pada stasiun 6 yaitu 23 individu/liter. Densitas plankton ini dipengaruhi oleh kandungan DO, semakin tinggi DO maka semakin tinggi pula densitas plankton. sebelumnya telah dikatO menurun, karena larutan yang tersuspensi di perairan. Jadi, TSS berbanding terbalik dengan kecerahan dan DO.
Gambar 9. Grafik Densitas Plankton vs Stasiun
Kecerahan suatu perairan dipengaruhi oleh kadar TSS dan DO. TSS tertinggi terdapat pada stasiun 7yaitu sebesar 5.947 ppm dan pada stasiun ini hanya memiliki kecerahan 15.5 cm. semakin tinggi suatu kadar TSS, maka akan mengakibatkan DO menurun karena larutan yang tersuspensi di perairan. Jadi, TSS berbanding terbalik dengan kecerahan dan DO.
Gambar 10. Grafik TSS vs Stasiun
Gambar 11. Grafik Kecerahan vs Stasiun
Pada seluruh stasiun pengamatan memiliki kisaran diversitas plankton antara 0.488 hingga 3.621. Nilai diversitas tertinggi terdapat pada stasiun 6 dan terendah pada stasiun 3.
Gambar 12. Grafik Diversitas Plankton vs Stasiun
Densitas dan diversitas plankton dapat menunjukkan tingkat kesuburan suatu perairan. Keberadaan plankton dalam ekosistem perairan dipengaruhi oleh suhu, cahaya matahari, DO, CO2, pH, TSS, dan BO. Suhu akan berpengaruh pada metabolisme melalui proses respirasi dan pada fitoplankton akan membutuhkan CO2 untuk proses fotosintesisnya. Cahaya atau kecerahan berpengaruh pada fitoplankton dan tumbuhan air pada fotosintesis. Nilai pH dan alkalinitas berpengaruh pada keasaman air, diperlukan pH yang optimum dalam perairan untuk hidupnya organism air. TSS menyebabkan kekeruhan air dan menghalangi penetrasi dari sinar matahri, dan BO berpengaruh pada dekomposisi materi dalam perairan yang akan diuraikan oleh plankton.
Oleh karena itu, secara garis besar berdasarkan parameter dan stasiun yang diamati, waduk ini tergolong baik perairannya. Dari 7 stasiun yang ada, kualitas perairan yang terbaik adalah stasiun 6. Hal ini dikarenakan stasiun 6 mempunyai diversitas plankton yang tinggi dan parameter fisik serta parameter kimia yang masih berada pada batas toleran.
KESIMPULAN
Karakteristik perairan lentik atau danau dititikberatkan pada daerah terbuka dengan perairannya yang menggenang. Setiap parameter fisik, kimia, dan biologi menimbulkan dampak atau hubungan antara parameter tersebut. Densitas dan diversitas plankton yang tingg menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki kualitas air yang baik. Hai ini juga dipengaruhi oleh parameter fisik dan kimia, karena berhubungan langsung pada kemampuan metabolism dan kehidupan plankton. Dari hasil praktikum ini di Waduk Tambak Boyo Yogyakarta memiliki kualitas air yang tergolong baik. Dari 7 stasiun, stasiun 6 merupakan stasiun dengan kondisi yang paling baik karena dari tiap parameter menunjukkan masih berada pada nilai yang ideal.
SARAN
Sebaiknya sebelum melakukan praktikum di lapangan melihat perkiraan cuaca terlebih dahulu karena pada saat praktikum tiba-tiba turun hujan. Akibatnya mengganggu pengukuran parameter kimia karena air hujan sempat menetes pada erlenmeyer. Diharapkan pada masyarakat yang memancing ikan tidak mencemari ekosistem danau di Waduk Tambak Bayan Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Aggraini, Kiki. 2007. Mengenal Ekosistem Perairan. Grasindo.Jakarta.
Barus,T.A.2004. Pengantar Limnologi.Universitas Sumatera Utara.Medan.
Cole, G.A.1998. Textbook of Limnology. Third edition. Waveland Press. Inc, Illinois,
USA.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta.
Jeffries, D.S, Wales, D.L. 1996. Fresh Water Ecology, Principles and Applications. John   Wiley and Sons, Chichester, UK.
SITH. 2009. Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Suwondo, E. Febrita, dan F. Sumanti. 2005. Strukutur Komunitas Gastropodalau  pada
Hutan Mangrove di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat.
Jurnal Biogenesis Vol.2(1):25-29
Wetzel, R.G. dan Likens, G.E. 1991. Limnological Analyses. Springer-rerlag.New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar